Oleh-oleh Dari DKJ
Oleh: Suci Handayani
Aku akan terus menulis puisi
Karena Tuhanpun tak pernah berhenti melukis
Hingga ketika pagi kuterbangun
Kusaksikan puisi dan lukisan Tuhan, kian indah.
Puisi di atas memang celoteh intuisi penulis, setelah ia pulang dari TIM (Taman Ismail Marzuki), untuk menghadiri Malam Anugerah Sayembara Kritik Sastra, yang diadakan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) tahun ini. Makanya, ia bersyukur sekali, ketika kedua temannya, Rina dan Khodijah, rela menemaninya ke TIM, walau dengan kondisi Kota Harapan (Jakarta) yang padat dan tak merayap. Serta langitnya pun kian gulita, tapi, kedua sahabatnya itu, tetap setia menemani penulis.
Penulis menelusuri lembar-lembar bunga rampai pemenang sayembara kritik sastra, yang judulnya ‘Tamsil Zaman Citra’ -- diambil dari judul kritik sastra pemenang pertama, karya Arif Bagus Prasetyo -- pemberian ‘crew’ Dewan Kesenian Jakarta.
Namun ia ternyata hanya benar-benar jatuh cinta pada tulisan Bandung Mawardi, yang judulnya: Humor Yang Puitis, Humor Yang Tragis (Mengingat Yudhis, Menikmati Jokpin). Hal yang membuatnya tiba-tiba jatuh cinta, entah karena dalam tulisan Bandung Mawardi, diawali dengan tulisan:
Jika nanti aku tamat, kibarkan celanaku
Yang dulu hilang diatas makamku
(Joko Pinurbo, “Sukabumi”, 2007)
Yang tentu saja Sukabumi, adalah
Bandung Mawardi, menurutnya, telah berhasil melenakan pembaca agar mereka terus mendengar kata-kata-nya. Bandung Mawardi, yang ternyata redaktur dan pendiri buletin sastra Pawon (Solo), memang layak menjadi salah satu kritikus sastra
Karena, setiap kata yang kita sampaikan kepada orang lain, akan menjadi kaya dengan berbagai persepsi. Berbahagialah jika kata-kata itu bisa mempengaruhi orang, hingga mereka tedorong untuk berbuat kebaikan. Seperti tutur Mario Teguh, dalam Mario Teguh Open Forum, ia mengatakan bahwa: “Jadilah orang yang berpengaruh untuk mempengaruhkan kebaikan”.
Salut buat Bandung Mawardi, yang telah mengupas puisi-puisi Joko Pinurbo, yang sarat renungan. Puisi di bawah ini, cukup memancing penulis untuk berkontemplasi, hingga akhirnya penulis tersadar, bahwa ia memang harus setuju dengan puisi Joko Pinurbo di bawah ini:
Apa salahnya, sesekali kita berlupa
Sesekali kita kembali pada bocah manja
Tidak tahu bencana yang bakal tiba
Tidak sempat berpikir tentang dosa
Selamat buat para kritikus-kritikus sastra
Dan jangan berputus asa untuk para peserta yang belum beruntung. Tetap tajamkan intuisi dan penamu…! Demi Tuhan, itu ‘
Daarunnisaa, 08122007
3 komentar:
Hei teh suci...
pengen dunkz baca tulisan'y
HUMOR YG PUITIS, HUMOR YG TRAGIS
salam...
-rissa-
Woww..
Humor puitis krya sndiri
or foto copy, ahhaa..
Posting Komentar