Minggu, 13 Juli 2008

Catatan Tentang Kekasih

Catatan Tentang Kekasih

Oleh: Suci Handayani

Aku terlahir di tengah kondisi yang awalnya tak kukenali. Aku hanya bisa menangis saat itu, mungkin aku menangisi terang, karena aku rindu gulita yang sebelumnya selalu meliputi keberadaanku. Gulita yang pernah melindungi aku dari geliat keramaian makhluk-makhluk yang kini aku lihat, di dunia yang berbeda. Faktanya aku menangisi kenyataan, walau belakangan kutahu, ternyata aku tercipta karena anugerah-Mu, terlahir aku karena cinta-Mu, dan ada aku karena ingin-Mu.

Tanyaku semula padaMu, kenapa aku Kauadakan, kenapa aku harus Kausertakan untuk meramaikan marcapada. Padahal makhluk-makhluk lain telah banyak Kauciptakan, melimpah di setiap penjuru. Protesku, kenapa Kautambahkan lagi aku untuk ikut meramaikan dunia, yang kukira awalnya adalah biasa. Benarkah Engkau yang kukenal beraneka nama itu, yang selama ini mencintai, menjagaku, dan menciptakanku? Walau aku tak tahu rupa dan wujud-Mu, namun kurasakan kehadiran dan desiran cinta-Mu, begitu dahsyat mendidih mengaliri darahku.

Terkadang aku bertanya, mengapa tak lelah Engkau melihat dan mengawasiku pula, padahal aku begitu pongah dan sering mengacuhkan ingin-Mu. Ah, inikah yang Kausebut cinta dan kasih sayang-Mu yang besar itu? Dan kini ku semakin tahu bahwa nama yang melingkari sifat-Mu pun begitu berjuta. Yang kesemuanya, membuat aku cemburu. Karena aku ingin sekali mempunyai sifat seperti nama-nama indah-Mu itu. Walaupun satu sifat, namun itu akan mewakili aku untuk menjadi kekasih harapanMu.

Wahai Kau yang selamanya begitu berkuasa dan kian menembusi isi hati terdalamku. Detak jantungku kudengar tak pernah berhenti, mendukung jiwa dan ragaku agar tetap hidup dan terus menyebut nama-Mu, ini kuyakin karena aku cinta padaMu, dan kupahami Engkau begitu ingin aku dekat denganMu. Karena aku bukti cintaMu.

Engkau Yang Maha Sempurna, telah menciptakan manusia dengan sempurna pula. Engkau memang berkehendak untuk menciptakan segala sesuatu. Dengan kekuasaan-Mu, Kau telah membaguskan rupa setiap hamba-Mu. Engkau bertutur dalam kalam suci-Mu:

Allahlah yang menjadikan bumi bagi kamu, tempat menetap dan langit sebagai atap. Dan membentuk kamu lalu membaguskan rupamu. (Q.S Al-Mu’minun: 64).

Engkau memang menciptakan manusia bukan tanpa satu tujuan. Engkau juga telah mengajak manusia untuk merenungi penciptaan mereka, dalam Kalam Suci-Mu, Engkau berdialog kepada manusia:

“Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah, yang telah menciptakan kamu, lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)-mu seimbang, dalam bentuk apa saja yang dia kehendaki Dia menyusun tubuhmu,” (Q.S Al-Infithaar: 6-8).

Wahai Engkau yang kini dan selamanya kujadikan kekasih hati, aku ingin Engkau tetap memelukku erat, menatapku lekat, dan menjagaku ketat, dari hal-hal yang akan membuat aku jadi jauh dariMu.

Wahai Engkau yang kunamakan Cinta, tenggelam aku selalu jika merindukanMu, hingga sulit ku menepi. Berjuta cinta-Mu tak pernah segan Kauhujankan padaku. Padahal, aku di sini selalu menganiaya diri, mencuri waktu tuk bisa menipu Mu.

Yaa Rabbii, ampuni aku…! Deretan kata yang kutulis, kuyakin tak akan bisa membandingi tetesan nikmat-Mu. Karena anugerah-Mu terlalu besar.

Tuhan, aku di sini ada karena Kauadakan, terdampar dalam gelimpang anugerah dan rahmat-Mu. Maka izinkan aku menulis kata cinta untukMu. Memuja Mu, wahai Dzat yang pantas dipuja lewat nama-nama indah-Mu. Engkau adalah inspirasi terdalam dalam keadaanku. Sekali lagi, kini ku ingin memujiMu.

Wahai Tuhan Yang Maha Indah, Maha Suci Engkau, segala puji bagi Engkau, dan hanya kepadaMu aku berserah diri…!*

* (Sebuah catatan teruntuk Dzat yang terlalu aku cintai)

Minggu, 22 Juni 2008

MENUNTUT ILMU

Keutamaan Menuntut Ilmu

Manusia telah diciptakan oleh Allah sejak zaman azali. Bermula dari diciptakannya Nabi Adam AS, sebagai khalifah pertama yang diberi kepercayaan oleh Allah SWT., untuk memakmurkan, memelihara, dan menempati bumi. Allah Maha Mengetahui kondisi dan situasi yang akan dihadapi manusia di bumi nanti, maka Allah mengajarkan Adam tentang nama-nama yang perlu diketahui oleh Adam sebagai bekal hidup untuk menapaki kehidupan panjang Adam dan cucunya nanti.

Ilmu adalah hal yang terdengar abstrak dalam kehidupan ini, tetapi jika manusia mau memaknai arti ilmu yang sebenarnya, sejatinya ilmu adalah hal terpenting, yang wajib dimiliki oleh manusia. Karena di kehidupan ini, manusia akan menjalani kehidupan yang dipenuhi berbagai warna dan nuansa kehidupan yang beraneka ragam, yang kesemuanya itu membutuhkan ilmu untuk memahaminya. Memiliki llmu, memungkinkan manusia bisa berinteraksi dengan alam atau makhluk-makhluk lainnya.

Dengan ilmu, manusia bisa mengetahui apa yang harus mereka lakukan untuk memenuhi dan mentaati perintah Allah. Karena selain manusia diamanatkan untuk menjadi pemimpin di muka bumi ini, merekapun pada hakikatnya diciptakan oleh Allah untuk beribadah kepadaNya. Sebab, dalam faktanya, berbadah, bekerja, berpikir, bergaul, berdiskusi, dll., membutuhkan sebuah persiapan dan bekal, persiapan dan bekal itu adalah ilmu yang cukup. Oleh karenanya, Allah menyeru kepada manusia untuk mau menuntut llmu sebanyak-banyaknya, agar manusia bisa berkompetisi dengan makhluk lainnya, untuk membangun dan berlomba-lomba melakukan amal shalih.

Allah tak akan pernah menyia-nyiakan keberadaan orang-orang yang berilmu. Malah, Dia telah menjamin, bahwa Dia pun akan meninggikan orang yang berilmu dengan memberi penghormatan yang setinggi-tingginya. Dalam Kalam Suci-Nya Allah berfirman:

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ (المجادلة :11)

Artinya:

“Allah meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”

Berbahagialah, wahai para pecinta ilmu, penuntut ilmu, pengamal ilmu, penikmat ilmu, dan siapapun yang pernah berada di majelis ilmu. Karena menjadi orang yang dekat dengan ilmu adalah mereka yang begitu dekat dengan rahmat dan ridha Allah. Wallahu a’lamu

Minggu, 30 Maret 2008

Puisi Untuk Tuhan

Puisi Untuk Tuhan

Dan kuhirup aroma langit mulai mendekat

Merayap seakan ingin menjabat jalaran rindu

Ada kata dan berita yang mendekati sukma

Hanya saja bak pelita yang belum berpijar

Dan kurasa senyum itu kini menjadi bunga

Walau terkadang langka

Namun menyapa ia bak nyata

Benarkah

Senyum itu tiba

Seperti hadirnya anugerah-Mu

Menggelembung indah di hatiku

Untuk Allah, yang selalu mencintaiku, biarkan aku tetap tersenyum

20:14

17 Maret 2008

Elegi Sendiri

Elegi Sendiri

Lama aku terdampar di pasir tak berbentuk. Mencari bongkahan spora yang tak juga terjala. Aku memang melumuri jiwaku dengan harapan dan do’a. Karena aku ingin menari bersama ombak.

Lama tak ku ciumi harum bumi. Di lorong sepi, lagi-lagi ku menulis resensi jiwa. Kuselingi dengan menatap bintang. Sepertinya ia memang memberi harapan. Walau kurasa kasih sayangnya seperti ibu tiri.

Biasanya di satu waktu, mulai menjalar rasa sepi memenuhi nadi. Entah. Yang pasti rasa itu tak bernama. Menjalar hanya merusak syaraf ketenangan. Melulu ia datang menantang jiwa yang kalut. Mungkin ini rasa yang terlalu stigma buat diungkapkan. Benarkah semua elegi ini hanya sebuah animo. Hal yang terlau lazim menyeruak. Terutama di kala senja benar-benar sungguh kembali.

08022008

‘Ash-Shamad’

Ash-Shamad’,

Kado Terakhirku

Untukmu

Oleh: Suci Handayani

Aku memang mempunyai kenangan terdalam dengan lafaz ash-shamad, salah satu asma’ul husna yang artinya “Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu”. Tepatnya, karena aku pernah membisikkan lafaz ini pada kakakku yang saat itu harus tebaring lemah di rumah sakit.

Saat itu aku memang khawatir dengan kondisi kakakku yang kian lemah. Wajahnya membengkak, sudah terhitung tiga minggu ia tidak bisa makan dan minum. Karena mulutnya terkatup, ia divonis menderita banyak penyakit, lalu ia pun harus menjalani bedah mulut.

Kini ia terkulai lemas, karena lehernya yang dulu kokoh, sekarang harus digypsum. Ada tiga lubang besar akibat hasil operasi, yang mungkin ia rasa, ia baru saja ‘digorok’(istilah yang sebenarnya menyedihkan).

“Terus saja baca ash-shamad, A”! Pintaku, karena aku yakin, dengan kondisi lemah, tapi, kalau ia memohon agar Allah memberi kekuatan, maka kekuatan itu dengan seizin-Nya akan datang. Tuhan yang setiap sesuatu bergantung kepada-Nya itu, bisa menguatkan jasadnya yang lemah.

Karena kita memang tak layak dan tak bisa bergantung kepada selain-Nya. Ah, semoga kakakku terus melafazkan Ash-Shamad itu, sambil terus berharap bahwa Allah akan menguatkannya.

Beranjak hari, aku mendengar tangis ayahku, sambil mengabarkan, bahwa kakakku telah pergi. Aku menunduk panjang, aku menyesal. Karena aku belum sempat meminta maaf padanya. Namun, ada sedikit rasa tak terlalu kecewa ketika harus mendengar bahwa ia menghembuskan nafasnya. Karena, setidaknya aku pernah berbagi pesan yang bermakna dengannya, tentang sesuatu yang memang seharusnya ia ucapkan, asma Allah itu, “ash-shamad”. Semoga menjadi kado terindah yang pernah aku selipkan di sanubarinya.

Aku benar-benar lebih terharu ketika kudengar, bahwa wajah kakakku tercinta, begitu berseri saat jasadnya akan dibalut kain mutlak, yang bernama ‘kafan’.

Hanya satu lagi sesal terdalamku, selama ku hadir di dunia, dan aku tercipta sebagai adiknya, sedikit sekali aku mencoba bertukar kata dengannya. Maafkan aku, bro….

Ah, bro… Betapa aku merindukanmu. Hingga kini, kau masih hidup di hatiku. Aku yakin, Allah akan menempatkanmu di tempat yang terhormat. Tempat terindah yang belum aku lihat, tempat yang sejuk, yang dirindukan semua hamba, tempat kebahagiaan, dimana orang-orang shalih akan berkumpul dan bercengkrama bersama para nabi. Allahummaghfirlahu, warhamhu, wa ‘aafihi, wa’fu ‘anhu. Amien

Hujan

HUJAN

Oleh: Suci Handayani

Makhluk yang bernama hujan itu kini mengguyur lagi marcapada. Ia menumpahkan kerinduannya ke pori-pori bumi. Ia memang karunia terhebat. Karena ia rizki yang datang langsung dari langit, tanpa satu makelar pun.

Malang, terkadang manusia mengeluh dan merutuki kedatangan sang hujan, terutama bila ia benar-benar datang di saat manusia ingin berpesta pora. Lalu mereka terkadang merutuk dan mengamuk. Bukankah secara tidak langsung, mereka telah merutuki Sang Pencipta hujan?

Padahal Allah dengan bangga telah mengabadikan eksistensi dan manfaat hujan dalam bait-bait suci-Nya:

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia memperlihatkan kepada-Mu kilat untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan, dan Dia menurunkan air hujan dari langit. Lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mempergunakan akalnya.” (Ar-Ruum: 24)

Sejatinya kita sadar, bahwa kita tak layak merutukiNya. Karena semua ciptaan-Nya tak akan tersia. Ada rahasia yang tak bisa kita tahu. Kita hanya bisa merasakan akibat rahasia-Nya itu. Ya, Dia menjadikan banyak hal yang mulanya kita rasa hal itu tak berarti. Seandainya Dia membalas mengutuk kita, lalu apa jadinya kita?

Padahal, ada resonansi kalam-Nya yang menyinggung tentang hal ini:

Siapa saja yang dikutuki Allah, niscaya kamu sekali-kali tidak akan memperoleh penolong baginya.” (An-Nisaa’:52)

Jika Dia benar-benar mengutuk kita, lalu kepada siapa kita memohon pertolongan? Padahal setiap hari, kita menggantungkan hidup kita kepada-Nya.

Hujan memang senandung Tuhan, ia ada karena Ia ada. Hujan ada karena ia ingin menyampaikan kekuasaan Allah lewat gemerincik tetesan molekul air, yang tak pernah ada seorang makhluk pun yang bisa membuatnya. Air untuk menghidupi manusia, agar mereka terus berkembang, bergeliat menapaki kehidupan yang terkadang bernuansa nisbi, yang sengaja diciptakan berwarna oleh Sang Pencipta, untuk menyeleksi hamba-hamba yang unggul dalam mengampu tugas dari Allah.

Sabtu, 08 Desember 2007

Oleh-oleh Dari DKJ

Oleh-oleh Dari DKJ

Oleh: Suci Handayani

Aku akan terus menulis puisi

Karena Tuhanpun tak pernah berhenti melukis

Hingga ketika pagi kuterbangun

Kusaksikan puisi dan lukisan Tuhan, kian indah.

Puisi di atas memang celoteh intuisi penulis, setelah ia pulang dari TIM (Taman Ismail Marzuki), untuk menghadiri Malam Anugerah Sayembara Kritik Sastra, yang diadakan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) tahun ini. Makanya, ia bersyukur sekali, ketika kedua temannya, Rina dan Khodijah, rela menemaninya ke TIM, walau dengan kondisi Kota Harapan (Jakarta) yang padat dan tak merayap. Serta langitnya pun kian gulita, tapi, kedua sahabatnya itu, tetap setia menemani penulis.

Penulis menelusuri lembar-lembar bunga rampai pemenang sayembara kritik sastra, yang judulnya ‘Tamsil Zaman Citra’ -- diambil dari judul kritik sastra pemenang pertama, karya Arif Bagus Prasetyo -- pemberian ‘crew’ Dewan Kesenian Jakarta.

Namun ia ternyata hanya benar-benar jatuh cinta pada tulisan Bandung Mawardi, yang judulnya: Humor Yang Puitis, Humor Yang Tragis (Mengingat Yudhis, Menikmati Jokpin). Hal yang membuatnya tiba-tiba jatuh cinta, entah karena dalam tulisan Bandung Mawardi, diawali dengan tulisan:

Jika nanti aku tamat, kibarkan celanaku

Yang dulu hilang diatas makamku

(Joko Pinurbo, “Sukabumi”, 2007)

Yang tentu saja Sukabumi, adalah kota kelahirannya. Tapi, terlepas dari itu semua, ia memang salut dengan uraian cerdas Bandung Mawardi, yang berhasil menelanjangi puisi-puisi Joko Pinurbo dengan sempurna. Dari uraian Bandung Mawardi, seakan ia terhadiahkan cambuk-cambuk lembut, agar ia terus setia dengan sastra, terutama puisi.

Bandung Mawardi, menurutnya, telah berhasil melenakan pembaca agar mereka terus mendengar kata-kata-nya. Bandung Mawardi, yang ternyata redaktur dan pendiri buletin sastra Pawon (Solo), memang layak menjadi salah satu kritikus sastra Indonesia terbaik tahun ini. Bandung Mawardi menyadarkan setiap pembaca akan pentingnya makna kata, yang perlu disampaikan kepada publik, walau ia hanya berselubung puisi.

Karena, setiap kata yang kita sampaikan kepada orang lain, akan menjadi kaya dengan berbagai persepsi. Berbahagialah jika kata-kata itu bisa mempengaruhi orang, hingga mereka tedorong untuk berbuat kebaikan. Seperti tutur Mario Teguh, dalam Mario Teguh Open Forum, ia mengatakan bahwa: “Jadilah orang yang berpengaruh untuk mempengaruhkan kebaikan”.

Salut buat Bandung Mawardi, yang telah mengupas puisi-puisi Joko Pinurbo, yang sarat renungan. Puisi di bawah ini, cukup memancing penulis untuk berkontemplasi, hingga akhirnya penulis tersadar, bahwa ia memang harus setuju dengan puisi Joko Pinurbo di bawah ini:

Apa salahnya, sesekali kita berlupa

Sesekali kita kembali pada bocah manja

Tidak tahu bencana yang bakal tiba

Tidak sempat berpikir tentang dosa

Selamat buat para kritikus-kritikus sastra Indonesia terbaik tahun ini!

Dan jangan berputus asa untuk para peserta yang belum beruntung. Tetap tajamkan intuisi dan penamu…! Demi Tuhan, itu ‘kan bermakna.

Daarunnisaa, 08122007